PSBB di DKI Jakarta, Lebih Banyak Untung atau Ruginya?


Sumber gambar: detik.com

Terhitung 13 hari sejak 10 April 2020 hingga saat ini, Provinsi DKI Jakarta susah mulai memberlakukan PSBB. Mengutip PP Nomor 21 Tahun 2020, yang dimaksud sebagai PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 atau virus Corona untuk mencegah penyebarannya.

PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir. 

Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, pelaksanaan PSBB meliputi hal-hal berikut: peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi, pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan kemanan.

Namun ada 8 sektor yang tetap berjalan seperti biasa, yakni sektor kesehatan, sektor pangan makanan dan minuman, sektor energi seperti air gas, listrik, pompa bensin. Sektor komunikasi, baik jasa komunikasi sampai media komunikasi bisa berjalan. Sektor keuangan dan perbankan, termasuk pasar modal berjalan seperti biasa. Sektor logistik, seperti distribusi barang itu berjalan seperti biasa. Sektor kebutuhan keseharian, ritail seperti warung, toko kelontong yang memberikan kebutuhan warga dikecualikan. Sektor industri strategis yang ada di kawasan ibu kota.

Pada hari-hari pertama diberlakukannya PSBB di Jakarta, tidak terlalu terlihat perubahan yang signifikan atau bahkan drastis. Hal ini juga dapat dilihat dari segi moda transportasi, yaitu KRL atau kereta rel listrik. Pada KRL Jabodetabek masih terdapat banyak kerumunan yang menumpuk di stasiun-stasiun besar.

Penumpukan ini diduga terjadi dikarenakan jam operasional kereta yang mengalami perubahan, juga pengurangan armada yang beroperasi. Hal ini justru menyalahi aturan mengenai physical disctancing, yang mengharuskan kita untuk menjaga jarak, justru membuat kita berada tanpa jarak ditengah kerumunan dan berdesakan. 

Penumpukan yang terjadi di segi transportasi tersebut merupakan bukti bahwa masih banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, meskipun sudah diberlakukannya PSBB secara resmi. Juga menandakan pula bahwa masih banyak masyarakat yang harus pergi keluar rumah untuk bekerja, yang mungkin merupakan orang-orang yang berkerja dibagian operasional seperti tenaga medis hingga industri makanan minuman, dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan work from home. 

Bahkan dari pantauan saya pribadi, di sekitar rumah saya didaerah Petamburan, yang bahkan sudah dinyatakan terdapat 31 kasus positif corona, lalu lalang warga tetap ramai seperti biasa. Masih banyak orang diluar rumah dan juga beberapa yang berkerumun. Padahal menurut saya, sosialisasi terkait virus corona ini sudah sangat merebak luas. Tapi kembali lagi ke individunya masing-masing, apakah mau mengetahui informasi penting bagi dirinya dan mengaplikasikannya, atau bahkan sebaliknya. 

Dampak negatif lainnya, menurut ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, PSBB ini juga akan berdampak terhadap semua sektor bisnis di Jakarta. Utamanya bagi sektor-sektor yang bukan bergerak dalam penyediaan kebutuhan dasar publik sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB. dimpak langsung PSBB akan sangat terasa bagi masyakarat yang bekerja di sektor informal, khususnya driver ojek online (ojol). Pasalnya, di halaman 23 poin (i) Permenkes tersebut, pemerintah melarang driver ojol mengangkut penumpang.

Mengingat driver ojol yang jumlahnya tidak sedikit karena dari perkiraan 2 juta driver ojol, itu terkonsentrasi di Jakarta dan sekitarnya. Sudah pasti mereka terkena dampak yang paling ekstrem.

Kemudian menurut Bhima Yudhistira, dampak PSBB di Jakarta akan terasa bagi perekonomian nasional pula, karena 70% perputaran uang itu di Jakarta. Kemudian juga Jakarta menyumbang cukup signifikan terhadap pendapatan nasional, khususnya penerimaan pajak. Jadi akan ada efeknya terhadap makro ekonomi, maupun terhadap APBN.

Ia memprediksi, PSBB yang tak diiringi jaminan sosial terhadap masyarakat akan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih parah di semester II-2020. Tak hanya itu, Bhima juga memprediksi badai PHK skala besar akan melanda Indonesia. Tidak adanya jaminan sosial dan insentif yang tidak tepat sasaran juga merupakan penyebab munculnya gelombang besar PHK dimana-mana. 

Namun jika terus berbicara tentang dampak negatif atau kerugian, memang sekaan tidak ada habisnya, terlebih ketika kita menilai sesuatu program yang dicetuskan oleh pemerintah. Bila kita mau menelaah dan melihat ke dampak positif yang ada atau bisa dibilang keuntungan dari diberlakukannya PSBB ini, tentunya masih ada beberapa hal yang terdapat didalamnya.

Seperti contohnya yang paling terasa yaitu mengenai berkurangnya polusi udara yang memenuhi kota Jakarta. Sebelum adanya pandemi ini, di ibukota sendiri sempat dihebohkan mengenai kualitas udara yang sangat buruk selama beberapa waktu. Kemudian setelah adanya pandemi ini dan terutama sejak diberlakukannya PSBB, kualitas udara yang kita hidup terus mengalami perubahan menjadi lebih baik, bahkan di seluruh dunia. 

Seakan-akan bumi sedang beristirahat sejenak dan memperbaiki dirinya sendiri dari segala sesuatu yang merusaknya, seperti asap knalpot yang biasa memenuhi langit yang mulai berkurang secara signifikan. Diikuti pula oleh berkurangnya penggunaan listrik di gedung-gedung perkantoran dan juga di pusat perbelanjaan yang saat ini sebagian besar telah tutup. 

Keuntungan lainnya yang dapat kita rasakan, tentunya dari hal yang paling sederhana seperti kita dapat berkumpul bersama di rumah, dengan seluruh anggota keluarga, serta melupakan sejenak kesibukan yang biasanya merupakan rutinitas masing-masing anggota keluarga. Tentunya ini merupakan dampak positif yang patut di syukuri oleh kita semua.

Namun juga saya ingatkan jangan sampai pulang kampung, tentunya sanksi yang berat akan menjerat anda yang berani pulang kampung di situasi seperti ini, dan pula menandakan bahwa anda tidak menyayangi keluarga di kampung karena resiko penularan virus sangat besar, bisa jadi anda menjadi carrier dari virus ini. 
Bila nantinya setelah PSBB diperpanjang dan masih belum ada penurunan pesat jumlah pasien positif, maka seharusnya pemerintah sudah harus mencari cara baru selain PSBB. Mungkin seperti lockdown, meskipun cara  tersebut menimbulkan banyak kerugian, namun sebanding dengan penurunan jumlah pasien positif. Seperti di China yang berhasil menekan penyebaran virus dengan menggunakan lockdown. Namun pertanyaannya, siapkah pemerintah kita? Dan siapkah kita? Tentunya harus dipersiapkan secara matang terlebih dahulu. 

Walaupun saya rasa PSBB ini tidak efektif, bukan berarti harus ditiadakan sama sekali. Namun saya harap ada gantinya yang lebih baik, lebih tegas pula sanksinya, lebih merata penjagaannya untuk membubarkan kerumunan, dan sejalan dengan harapannya untuk lebih menekan penyebaran virus corona ini. Dan semoga semuanya kembali seperti sediakala, kita bisa melakukan aktivitas normal, tanpa cemas berkumpul dengan teman, tanpa ragu berjabat tangan, tanpa takut menyentuh bagian wajah, dan juga tanpa khawatir memikirkan virus corona yang bisa saja menyerang kita. 


Tugas Jurnalistik Baru
Rana Muthi Ghaida
051703503125094

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGHASILAN KARYAWAN PARUH WAKTU DI INDUSTRI KULINER LUMPUH AKIBAT PSBB

BERSEPEDA JADI OPSI REKREASI SELAMA MASA PANDEMI COVID-19